BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Kultur
jaringan tanaman terdiri dari sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan
dan sel tanaman. Jaringan dapat dikulturkan pada agar padat atau medium dalam
hara cair. Jika ditanam dalam agar, jaringan akan membentuk kalus, yaitu massa
atau sel-sel yang tak tertata. Kultur agar juga merupakan teknik untuk
meristem.
Sel
yang berasal dari spesies tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan
secara aseptic pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan
menanamkan satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan
agar. Dalam waktu 2-3 minggu akan terbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat
disubkulturkan dengan memindahkan potongan kecil pada agar segar.
Jika
diinginkan kultur suspensi sel kalus dipindahkan pada medium cair, dan wadahnya
kemudian ditempatkan pada pengocok. Berangsur-angsur dalam waktu beberapa
minggu dan dengan melakukan subkultur, akan didapat kultur suspensi sel. Waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan kalus dan kultur suspense sel amat beragam,
dan terutama bergantung pada jaringan eksplan dan komposisi medium kultur.
Kultur
suspensi sel terdiri dari campuran agregat sel, kumpulan sel, dan sel tunggal.
Laju pertumbuhan demikian biasanya lebih cepat daripada agar. Teknik ini
memberikan pengandalian lingkungan tumbuh yang lebih baik, karena kebanyakan
sel akan dikelilingi oleh mediumnya. Karena alas an yang sama, bahan sel akan
lebih seragam secara faali. Baik kultur kalus maupun kultur suspensi sel dapat
diperoleh dari berbagai spesies. Kemudahan memulai kultur bergantung pada jenis
tanaman dan awal jaringan. Metode yang dikemukakan ini cocok untuk memulai
kultur tumbuhan berbiji.
Selama
ini kultur jaringan dikenal sebagai teknik perbanyakan tanaman yang mahal
karena harus menggunakan aneka bahan kimia yang mahal harganya. Dalam
perkembangannya, kini proses-proses kultur jaringa sudah dapat disederhanakan
dengan menggunakan alat dan bahan yang lebih murah dan mudah ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari.
B.
Tujuan
Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan medium kultur jaringan tanaman skala
rumah tangga dengan menggunakan alat dan bahan yang sedrhana.
BAB II
DASAR TEORI
A.
Mengenal
kultur jaringan
Kultur
jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan memperbanyak jaringan mikro
tanaman yang ditumbuhkan secara in-vitro menjadi tanaman yang sempurna dalam
jumlah yang tidak terbatas. Yang mendasari kultur jaringan adalah totipotensi
sel, yaitu bahwa setiap sel organ tanaman mampu tumbuh menjadi tanaman yang
sempurna bila ditempatkan di lingkungan yang sesuai. Salah satu pembeda sel
tumbuhan dengan sel hewan dengan adanya dinding sel pada tumbuhan. Dinding sel
tumbuhan itu selain berfungsi untuk member bentuk pada sel juga sebagai barier
mekanis kenyang memisahkan sel dari lingkungan luarnya. Pada kenyataannya sel
yang satu dengan yang lain, yang menyusun suatu jaringan, meskipun secara fisik
dibatasi oleh membrane plasma dan dinding sel, tidaklah terisolasi dan masih
dapat berhubungan lewat plasmodesmata (symplast).
Implikasi dari kenyataan ini adalah adanya kontinuitas sitoplasmatik. Dengan
kata lain, informasi genetic yang berawal dari zigot itu akan tersebar ke
seluruh sel penyusun tubuh tumbuhan. Dengan demikian seluruh sel tumbuhan
memiliki semua informasi yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak. Sel
yang demikian disebut totipoten.
Tujuan
dari penggunaan teknik kultur jaringan adalah untuk memperbanyak tanaman dengan
waktu yang lebih singkat. Banyak tanaman dapat dibudidayakan dengan cara ini,
seperti anthurium, anggrek, akasia, ekaliptus, jati, jelutung, gaharu, sengon,
sonokeling, dan juga berbagai jenis pisang.
Kegunaan
kultur jaringan diantaranya untuk memproduksi bibit dalam jumlah besar yang
mempunyai sifat unggul, bebas virus, metabolit sekunder, pelestarian plasma
nuftah yang hampir puanh, percepatan pemuliaan tanaman, termasuk rekayasa
genetika tanaman. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan,
namun untuk kultur jaringan sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda
agar lebih cepat tumbuh. Bagian yang mudah tumbuh ini adalah bagian meristem,
organ tanaman yang sifat pertumbuhannya agresif, misalnya daun muda, ujung
akar, keeping biji dan lain-lain.
Dalam
kultur jaringan kita mengambil bagian tanaman seperti sel, jaringan, atau
organ, dan kemudian menumbuhkannya secara aseptic (suci hama) di dalam atau
diatas media budi daya sehingga bagian tanaman itu memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Kultur jaringan didasari oleh teori
sel yang dikemukakan dua ahli biologi dari Jerman, MJ. Schleiden dan Schwan.
Secara tidak langsung teori tersebut menyatakan bahwa sel tumbuhan bersifat
otonom dan mempunyai totipotensi. Sel bersifat otonom berarti dapt mengatur
rumah tangganya sendiri. Di sini yang dimaksuda adalah sel dapat
bermetabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen jika dipisahkan dari
jaringan induknya. Totipotensi diartikan sebagai kemampuan dari sel tumbuhan,
baik sel somatik atau vegetative maupun sel genetic, untuk beregenerasi menjadi
tanaman yang lengkap kembali.
Kultur
jaringan sangat menguntungkan karena memiliki sejumlah keunggulan, diantaranya
:
1. Untuk
pengadaan bibit tidak lagi bergantung pada musim
2. Bibit
dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative cepat (dari
satu mata tunas, dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 bibit)
3. Bibit
yang dihasilkan bersifat seragam
4. Bibit
yang dihasilkan bebas penyakit, asalkan diambil dari organ tertentu yang bebas
penyakit.
5. Biaya
pengangkutan bibit relative lebih murah dan mudah
6. Proses
pembibitannya bebas dari gangguan hama, penyakit dan deraan lingkungan lainnya.
B.
Permasalahan
kultur jaringan
Dalam
kegiatan kultur jaringan tidak sedikit masalah yang dapat muncul sebagai
penghambat atau bahkan penyebab kegagalan. Gangguan kultur dapat muncul dari
bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya.
Permasalahan dalam kultur jaringan ada yang dapat diprediksi dan ada pula yang
sulit diprediksi. Untuk yang tidak dapat diprediksi, tidak dapat diatasi dengan
cara preventif, tetapi harus diselesaikan setelah kasusnya muncul.
Masalah-masalah
yang sering terjadi dalam kultur jaringan antara lain:
1.
Kontaminasi
Kontaminasi
adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan.
Munculnya gangguan ini bisa dipahami sebagai konsekuensi yang sangat wajar atas
penggunaan media yang diperkaya. Fenomena kontaminasi sangat beragam, dapat
dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
2.
Pencokelatan
(browning)
Pencokelatan adalah suatu keadaan
dimana muncul warna cokelat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Peristiwa pencokelatan sesungguhnya
merupakan peristiwa alami yang bisa terjadi. Pencokelatan umumnya merupakan
tanda akan adanya kemunduran fisiologi eksplan. Tidak jarang kondisi itu
diakhiri dengan kematian eksplan.
3.
Vitrifikasi
Vitrifikasi menunjuk pada problem
kultur jaringan yang ditandai dengan :
a. Terjadinya
pertumbuhan yang tidak normal
b. Tanaman
yang dihasilkan pendek atau kerdil
c. Pertumbuhan
batang cenderung ke arah penambahan diameter
d. Tanaman
utuhnya menjadi sangat turgescent
e. Daunnya
tidak memiliki jaringan pollisade
4.
Variabilitas
genetic
Bila kultur jaringan digunakan
untuk perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, bukan sebagai
upaya pemuliaan tanaman, maka variasi genetic merupakan kendala. Variasi
genetic dapat terjadi pada kulur invitro karena :
a. Laju
multiplikasi yang tinggi. Variasi terjadi karena terjadinya subkultur berulang
yanag tidak terkontrol.
b. Penggunaan
teknik yang tidak sesuai.
Variasi
genetic paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel yang
disebabkan oleh munculnya sifat instabilitas kromosom. Hal itu mungkin
disebabkan oleh teknik kultur, media, atau hormone.
5.
Pertumbuhan
dan perkembangan
Problem utama berkaitan dengan
proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, mulai
dari tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati namun juga tidak tumbuh.
Untuk menghindari kondisi itu maka
dilakukan upaya preventif dengan tidak memakai bahan tanam yang tidak juvenile
atau tidak meristematik mengingat awal pertumbuhan eksplan dimulai dari sel-sel
muda yang aktif membelah atau dari sel-sel tua yang muda kembali.
Media juga menjadi penyabab
terjadinya stagnasi pertumbuhan. Media yang tepat dapat mendorong eksplan untuk
melakukan proses pembelahan dan pembesaran.
Pada proses kultur jaringan yang
bersifat inderict embryogenesis, tahap pembentukan kalus
harus dilanjutkan dengan melakukan embriosomatik dari sel-sel kalus. Embrio
somatic dapat terjadi secara endogen maupun eksogen.
6.
Praperlakuan
Masalah yang terjadi pada kegiatan
invitro bukan hanya pada penanaman eksplan saja. Pertumbuhan dan perkembangan
eksplan dalam botol sangat dipengaruhi oleh pemenuhan persyaratan dalam
kegiatan pra-perlakuan. Masalah serius akan muncul bila kegiatan praperlakuan
tidak dilakukan dengan baik.
Praperlakuan dilakukan dalam rangka
menghilangkan berbagai hambatan yang mungkin muncul, seperti hambatan
kemikalis, fisis, biologis. Untuk menangani hambatan yang berupa bahan kimia
harus dimulai dengan mengenali senyawa akif yang ada dalam media, potensi
gangguan, proses reaksi, dan alternative pengelolaannya.
7.
Lingkungan
mikro
Lingkungan
incubator tidak boleh diabaikan karena juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan
incubator sangat menentukan optimalitas pertumbuhan eksplan. Sushu optimal
untuk tanaman yang satu dengan tanaman yang lain pun berbeda. Namun demikian
juga tidak mungkin untuk membuat ruangan incubator memiliki suhu yang
bervariasi sesuai kebutuhan pertumbuhan masing-masing kultur.
C.
Keberhasilan
kultur jaringan
Keberhasilan
kultur jaringan dipengaruhi hal-hal sebagai berikut :
1.
Bentuk
regenerasi dalam kultur: pucuk aksilar, pucuk adventif,
embriosomatik, pembentukan protocorm like bodies, dan lain-lain
2.
Ekspaln,
adalah
bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman.
Faktor eksplan yang penting adalah genotype/varietas, umur ekspaln, letak pada
cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai
eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil,
endosperm, ovary muda, anther, embrio dan lain-lain.
3.
Media
tumbuh, yang mana di dalam media tumbuh itu terkandung
komposisi garam an-organik dan zat pengatur tumbuh. Terdapat 13 komposisi media
dalam kultur jaringan, anatara lain Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant
Medium (WPM), knop, Knudson-C, Anderson, dll. Media yang paling sering
digunakan adalah MS.
4.
Zat
pengatur tumbuh tanaman, yang mana factor yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan, dan
periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis yang sering digunakan adalah
golongan auksin seperti Indole Aceti Acid (IAA), Napthalene Acetc Acid (NAA),
2,4-D, CPA dan IBA. Golongan sitokinin seperti kinetin, Benziladenin (BA),
2l-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Golongan gibberelin seperti GA3. Golongan
zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5.
Lingkungan
tumbuh yang mempengaruhi regenerasi tanaman, meliputi
temperature, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah
kultur.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Metode yang digunakan
pada praktikum ini adalah menggunakan alat-alat, bahan-bahan, dan prosedur
sebagai berikut :
A.
Alat-alat
yang digunakan
· Kompor
gas
· Autoklaf
· Tabung/botol
media
· Timbangan
· Weker
· Spatula
· Panci
· Tabung
ukur
B.
Bahan-bahan
yang digunakan
·
Air kelapa 150 ml
·
Agar 7 gr
·
Gula pasir 20 gr
·
Pupuk Hyponex/gandasil 2 gr.
·
Air
C.
Prosedur
praktikum
Pembuatan
media alternative organic :
· Siapkan
air dalm wadah sebanyak 500 ml
· Timbang
pupuk Hyponex/gandasil 2 gr
· Timbang
gula pasir 20 gr
· Timbang
agar 7 gr
· Siapkan
air kelapa 150 ml
· Masukkan
Hyponex/gandasil, gula, agar, air kelapa ke dalam wadah satu persatu diaduk
hingga larut. Tambahkan air hingga mencapai 1 liter.
· Masak
media hingga mendidih
· Tuangkan
media ke dalam botol-botol kultur sekitar 2-3 cm
· Botol-botol
yang telah terisi media ditutup dengan menggunakan plastic dan karet
· Media
siap disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 17,5
psi/0.0105 Mpa selama 25 menit.
· Setelah
disteril, keluarkan botol-botol dari autoklaf lalu diikat karet sekali lagi.
· Lalu
dimasukkan ke dalam kantung plastic besar, lalu disimpan selama minimal 1
minggu, setelah itu media siap digunakan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembuatan media kultur jaringan
sederhana
Media
merupakan factor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri atas garam mineral, vitamin, dan hormone. Selain itu
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormone) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya,
tergantung tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media juga harus
disterilkan dengan memanaskannya dengan autoklaf.
Alat-alat
untuk pembuatan media kultur jaringan memang mahal, namun merupakan investasi
yang cukup bagus. Jika kita akan melakukan kultur jaringan dan hanya memiliki
sedikit modal maka kita dapat membeli media buatan yang sudah jadi. Sejumlah
media buatan yang sudah jadi bisa kita beli dari sejumlah laboratorium
universitas. Jika ingin membuat media yang murah meriah maka kita dapat
menggunakan pupuk majemuk yang mengandung sejumlah unsure hara yang diperlukan
tanaman dengan menambahkan agar-agar untuk menumbuhkan tanaman. Sterilisasi
dapat dilakukan dengan panic presto, bahkan dandang. Meski hasilnya tidak
sebagus cara modern, namun cukup membantu.
Sejumlah
bahan alami dapat digunakan untuk mengganti bahan-bahan kimia untuk kultur
jaringan, di antaranya air kelapa, yang bisa digunakan untuk kultur jaringan
pada anggrek. Air kelapa memang tidak bisa langsung digunakan untuk kultur
jaringan pada anggrek. Komposisi untuk media anggrek dan kultur jaringan
berbeda. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa takaran air kelapa yang pas
adalah 150 ml air kelapa per liter media. KNO3 murni yang mahal
harganya bisa diganti dengan pupuk NPK yang mudah ditemukan di toko pertanian.
Unsur makro, mikro, vitamin sumber energy, bahan organic seperti asam amino dan
asam lemak, pemadat, serta hormone. Untuk menghemat biaya, pisang ambon juga
dapat digunakan sebagai bahan media kultur jaringan. Pisang ambon mengandung
karbohidrat berenergi tinggi. Setiap 100 g berat kering pisang mengandung 136
kalori. Taoge mengandung antioksidan, vitamin E, kanvalin – jenis asam amino
dan hormone auksin. Sementara buncis mengandung protein, karbohidrat, vitamin,
serat kasar, dan mineral. Namun yang lebih penting dari buncis adalah kandungan
sitokininnya yang mampu memacu peryumbuhan tunas.
Kerapatan
botol kultur jaringan harus diperhatikan. Selapis plastic tak bisa menahan
tekanan dari luar yang cukup besar. Karet gelang pun akan memuai jika terkena
panas hingga 2 karet tak cukup kencang untuk mengikat plastic penutup botol.
Bila memuai, ikatan akan mengendor sehingga bakteri akan masuk dan beranak
pinak dalam botol yang kaya hara. Idealnya digunakan 5 lapis plastic transparan
dengan 50 karet gelang untuk mengikatnya. Setelah tumbuh besar maka yang harus
dilakukan adalah mengeluarkan bibit tanaman dari botol dan kemudian menanamnya
secara berkelompok dengan media campuran sekam bakar dan cocopeat.
BAB V
KESIMPULAN
·
Media merupakan factor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan.
·
Media yang digunakan biasanya terdiri
atas garam mineral, vitamin, dan hormone. Selain itu diperlukan juga bahan
tambahan seperti agar-agar, gula dan lain-lain
·
Sejumlah bahan alami dapat digunakan
untuk mengganti bahan-bahan kimia untuk kultur jaringan, di antaranya air
kelapa, yang bisa digunakan untuk kultur jaringan pada anggrek.
·
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
takaran air kelapa yang pas adalah 150 ml air kelapa per liter media.
·
Untuk menghemat biaya, pisang ambon juga
dapat digunakan sebagai bahan media kultur jaringan. Pisang ambon mengandung
karbohidrat berenergi tinggi. Setiap 100 g berat kering pisang mengandung 136
kalori.
·
Jika ingin membuat media yang murah
meriah maka kita dapat menggunakan pupuk majemuk yang mengandung sejumlah
unsure hara yang diperlukan tanaman dengan menambahkan agar-agar untuk
menumbuhkan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Wetter,
L.R., Constabel, F., 1991, Metode Kultur
Jaringan Tanaman, edisi ke-2, Bandung : ITB
Yuliarti,
Nurheti. 2010, Kultur jaringan tanaman
skala rumah tangga, Andi. Yogyakarta
LAMPIRAN
( Perkenalan Alat kjt )
(
Kegiatan Penimbangan )
( )
(
Penempelan nama pada tabung gelas )
( Ekpelan )
( Gelas tabung dalam autoklaf)
(Botol kultur )
( Menunggu proses sterilisasi )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar